Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

BERUBAHLAH, SETIDAKNYA UNTUK MENTERTAWAKAN ORANG-ORANG YANG MEREMEHKAN

   Emang bener sih pepatah yang bilang kalo hidup itu kaya roda berputar . Kadang di atas, kadang di bawah. Berdoa aja kalo lo di posisi bawah, roda lo gak patah, terperosok di lumpur, dan gak ada pendongkrak. Bener juga sih kalimat yang bilang " Jangan pernah meremehkan orang lain ". Siapa tau bumi murka dan keadaan diputarbalikkan. Gue pengen cerita sama lo tentang temen kecil gue dulu yang sering banget gue ledekin.    Dulu, gue pernah tinggal di Medan. Gue sekolah disana mulai dari kelas 3 sampe 4 SD.    Jadi, gue punya temen. Sebut aja Y. Y itu cowok. Dia duduk di meja di sebelah gue. Gue deskripsiin, dia itu pendek. Iya gue bisa bilang kaya gitu karena dia emang lebih pendek dari gue. Trus anaknya juga pendiem gitu sih. Soalnya gue jarang liat dia main sama anak-anak yang lain. Disaat gue berasa jadi bos di kelas, dia masih anteng di bangkunya. Gue jarang banget main sama dia. Ngobrol cuma ala kadarnya.    Setahun di Medan, gue pindah rumah ke Binjai. Kita pisah dan

TERUNTUKMU, AKU MENULIS INI

   Teruntukmu, aku menulis ini, Tuan...    Sabtu malam kali ini, udara dingin menyelimuti kamar. Hujan diluar sana baru saja reda, tapi sisa-sisa kenangan yang dibawanya masih tertinggal. Disaat teman-temanku sibuk bermalam-minggu, aku sendirian meringkuk di balik selimut, berharap dekapannya mampu menghangatkanku--sehangat tatapanmu.    Bolehkah aku sedikit bercerita? Kurasa sudah sangat lama kita tak duduk berdua, bertukar cerita lewat lisan dan tatapan. Sungguh, aku merindukanmu. Rasanya ingin sekali aku menarikmu, mendekapmu erat agar kau sudi tinggal walau sejenak--mungkin sampai rinduku terobati.    Aku benar-benar tak tahu dimana kau sekarang, apa yang kaulakukan, dan perempuan beruntung mana yang menemani malammu ini. Kita sudah sebulan lebih tak saling menahu, walaupun selama ini diam-diam aku menjagamu dari jauh. Mungkin kau sedang sibuk dengan urusanmu, sedangkan aku disini sibuk dengan perasaanku.    Dengar... Ada satu hal yang dari awal sangat kutakutkan saat aku memut

ANGIN PUJAAN HUJAN

Gambar
"Datang dari mimpi semalam Bulan bundar bermandikan sejuta cahaya Di langit yang merah, ranum seperti anggur Wajahmu membuai mimpiku..."     Sekarang hujan. Cuaca yang tepat untukku bermalas-malasan. Lagu Angin Pujaan Hujan-nya "Payung Teduh" yang pernah kau rekomendasikan untuk kudengarkan, mengalun bersama dengan derasnya hujan diluar.    Sudah lewat beberapa malam tanpa kabarmu, sejujurnya aku rindu. Amat rindu. Seandainya memberitahumu tentang semua perasaan ini terasa mudah, sudah kuberitahukan sejak awal. Semua terasa semakin berat dikarenakan posisiku sebagai perempuan. Semua orang juga tau, mungkin sudah kodratnya seorang perempuan harus bergengsi tinggi. Aku harus memendam perasaan sampai kau yang lebih dulu angkat bicara tentang "kita" agar tak dianggap rendahan, padahal perasaan ini sudah hampir mencapai klimaksnya.    Apa kau tak merasakan hal yang sama sepertiku? Kau tak rindu?    Kau ingat? Dulu, aku pernah tak berkabar bebera

DEAR NICHOL

   Maaf karena tulisanmu yang dulu baru sekarang terbalas. Aku sudah berkali-kali menulisnya, tapi selalu berhenti di tengah jalan. Ntahlah... Banyak hal yang ingin kusampaikan tapi terlalu bingung untuk dituliskan. Padahal biasanya menulis adalah salah satu caraku "berbicara" saat tak ada seorangpun pendengar atau terlalu sulit untuk berbicara lisan. Akhir-akhir ini, pikiranku kacau. Seandainya otakku bisa berbicara, aku yakin dia sudah berteriak, meracau tak jelas.    O iya, terima kasih karena sudah menulis untukku. Sudah lama sekali tak ada laki-laki yang menulis untukku sejak kutemukan surat cinta di dalam laci mejaku sewaktu duduk di Sekolah Dasar. Kau tau? Aku tak percaya kau benar-benar menulis, menulis surat cinta lebih tepatnya. Ya, anggap saja tulisanmu itu sebuah surat cinta. Maksutku, lihatlah dirimu. Si penggila klub sepak bola berslogan YNWA, si pecandu nikotin bakar, si penikmat seni amatiran dengan tatto di lengan dan gaya slenge'an. Seandainya kau tau,

SATU LAGI BEBAN: KAU

Gambar
   Malam ini, untuk kesekian kalinya kuhirup udara sedalam mungkin dan menghembuskannya perlahan, berharap beban yang sudah lebih dari seminggu kurasakan ini berkurang. Tanganku masih menggenggam pena walaupun tak seerat beberapa jam yang lalu. Masih banyak huruf dan angka yang harus kuselesaikan diatas benda putih didepanku, tapi aku menyerah. Mereka mengalahkanku. Gila, tugas-tugas ini seakan memperbudak.    Segera kusingkirkan lalu aku beranjak ke tempat tidur, merangkak diatasnya, sedikit meregangkan badan, berbaring, dan mulai memainkan jariku di benda-hijau-kesayangan; handphone. Ada pesan darimu, semoga saja bisa menjadi suplemen pemacu semangat, atau paling tidak mimpi indahku untuk malam ini. Semoga...    Berekspektasi tentang balasan pesanmu yang berisi "Semoga aja puding buatan lo ga ngeracuni gue. Paling gak, gak bikin penyakit gue makin parah." atau "Thanks ya, duh terakhir kali sakit gue dimasakin sesuatu sama nyokap. Sekarang ada cewe yg bikinin gue p

NICHOL BILANG...

   Hai pemilik bloger Miracle serta isinya yang aku kagumi... Iya, selamat kepada kamu, pemilik catatanku ini. Aku menuliskan ini pada keadaan berkantung mata, menikmati kopi dibawah keajaiban langit malam, dan angin sedang kencang-kencangnya. Sebelumnya aku tidak suka dengan kata-kata puitis seperti ini. Jangankan puitis, menggombal saja aku tak bisa dan segan memulainya. Tetapi entah mengapa aku jadi se-gampang ini saat mengucapkan kata-kata indah ke kamu, teman baruku.    Mari aku perkenalkan dengan teman hidup baruku ini. Namanya Mira. Aku mengenal dia belum cukup lama. Aku baru tersadar kalau dia seorang penyuka kehidupan yang sama seperti yang aku jalanin. Iya, Miracle.    Saat aku menulis ini, bayangkan saja aku sedang memikirkan mu. Bagaimana selimut malam yang memeluk tubuhmu dimalam menjelang fajar ini? Kau tau, Mir? Aku bukan orang yang pandai menulis sepertimu, terlebih catatan cinta ini. Ah sudah, kita coba saja. Entah akan seperti apa akhir dari cerita ini.    Sebel

SAMPAI SAAT INI PUN, KAU MASIH YANG UTAMA

Gambar
8 Agustus 2015    Semua penghuni rumah, kecuali abang sepupuku, sudah berada di mimpinya masing-masing saat aku mulai menulis ini. Aku, tentu saja dengan earphone yang terpasang & musik yang menyala, masih memikirkanmu. Apalagi di jam-jam rawan galau seperti ini, dimana aku bisa dengan leluasa berimajinasi tentangmu tanpa harus dirusak oleh aktivitas harianku.    Hari ini tepat lima bulan setelah kamu "diputuskan" untuk pergi. Tidak ada yang istimewa. Aku hanya ingin menulis saja, berusaha bercerita padamu yang sangat jauh disana lewat tulisan, media lain selain doa. Karena tak ada tempat bercerita terbaik selain dengan Tuhan dan diri sendiri.    Tidak banyak yang berubah dariku di lima bulan ini. Foto-fotomu masih tertata rapi di dinding kamarku dan masih lengkap di memoriku. Nalarku masih beranggapan bahwa kau ada disini, disekelilingku, untuk menjagaku. Tangisku masih tetap pecah setiap kali berhubungan dengan apapun tentangmu dan tentang penyesalanku.    Kamu

KAU TERUS BERLARI SEDANGKAN AKU LELAH MENCARI

Gambar
Ini sudah memasuki hari ke-4 sejak kita mulai memutuskan untuk tak lagi bertegur sapa. Cukup lama bagiku yang, jujur saja, susah untuk tak menyapamu walau hanya sehari saja. Tak ada perjanjian, tak ada kesepakatan. Aku tidak tau secara pasti siapa yang memulai. Tiba-tiba saja aku merasa kau bukanlah lagi kau yang kukenal. Aku tak lagi menerima pesan "Aku berangkat kerja dulu ya, kamu hati-hati berangkat kuliahnya.", sehingga kita berdua tak lagi saling mendoakan. Aku tak lagi menerima pesan "I'm getting my lunch, kamu uda makan?", sehingga kita berdua tak lagi saling mengingatkan. Aku tak lagi menerima pesan "Aku capek banget nih, kamu ngapain aja seharian ini?", sehingga kita berdua tak lagi saling bertukar cerita. Dan aku tak lagi menerima panggilan darimu di malam penatku, mendengar celotehan renyahmu, sampai kau dan aku terlelap dengan telepon yang masih tersambung, sehingga kita berdua tak lagi saling merindu. Tiba-tiba saja aku merasa sen