SATU LAGI BEBAN: KAU


   Malam ini, untuk kesekian kalinya kuhirup udara sedalam mungkin dan menghembuskannya perlahan, berharap beban yang sudah lebih dari seminggu kurasakan ini berkurang. Tanganku masih menggenggam pena walaupun tak seerat beberapa jam yang lalu. Masih banyak huruf dan angka yang harus kuselesaikan diatas benda putih didepanku, tapi aku menyerah. Mereka mengalahkanku. Gila, tugas-tugas ini seakan memperbudak.
   Segera kusingkirkan lalu aku beranjak ke tempat tidur, merangkak diatasnya, sedikit meregangkan badan, berbaring, dan mulai memainkan jariku di benda-hijau-kesayangan; handphone. Ada pesan darimu, semoga saja bisa menjadi suplemen pemacu semangat, atau paling tidak mimpi indahku untuk malam ini. Semoga...
   Berekspektasi tentang balasan pesanmu yang berisi "Semoga aja puding buatan lo ga ngeracuni gue. Paling gak, gak bikin penyakit gue makin parah." atau "Thanks ya, duh terakhir kali sakit gue dimasakin sesuatu sama nyokap. Sekarang ada cewe yg bikinin gue puding coklat, hope it can make me feel more better." atau pesan apapun yang membutuhkan waktu lebih dari 3 detik untuk kubaca. But, hey... Nyatanya, kau hanya membalas "Oke". Tiga kata. Buntu. Kau "mematikan" percakapan kita padahal aku membutuhkanmu untuk lebih banyak bercerita.
   Ngomongin soal puding, ini sudah yang kedua kalinya aku berkutat dengan panci, memasak untukmu. Dan kedua kalinya juga, kau tak pernah mencicipinya, menyentuhnya saja tidak. Ini bukan soal makanan, bukan. Kamu tau rasanya saat usahamu tak dianggap dan diabaikan dengan sengaja? Haha, baiklah aku menganggap ini lucu. Se-tolol inikah aku dihadapanmu?
   Ternyata kamu masih "dirimu" dua minggu yang lalu. Dingin, datar. Tentu saja itu berbeda dengan dirimu sebulan yang lalu. Penuh cerita, pemancing senyumku, dan bikin candu.
   Oke, aku tak akan bilang kau berubah. Tidak akan pernah. Kau tidak berubah. Mungkin aku hanya merasa kamu tidak seperti yang kuinginkan. Sungguh, dulu kau adalah salah satu penyemangat, teman berbagi, rival dalam berargumen. Dan sekarang... Ntahlah, aku merasa kau membebaniku. Semoga saja itu hanya perasaanku. Hey, lihat! Lagi-lagi aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya sekuat mungkin, bahkan saat mengetik tulisan bodoh ini, saat aku memutar kembali ingatan tentangmu.
   Cukup. Jika tak mampu jadi yang istimewa, jadilah temanku yang biasa. Aku hanya tak ingin kamu menjadi keparat yang berpura-pura istimewa hanya karena takut kehilangan penggemar, seperti keparat-keparat yang dahulu pernah kukenal.
   Aku tak tau lagi harus ku-apakan pesanmu ini. Tak ada lagi topik yang harus diangkat. Mungkin kamu ingin aku hanya membacanya tanpa harus membalasnya. Baiklah, aku butuh tidur dan mimpi indah. Siapa tau disaat aku bangun esok pagi, kamu hilang dari ingatanku seiring dengan menguapnya mimpi-mimpiku. Siapa tau... Selamat malam.

Komentar

  1. keren, sayang tulisannya gak beraturan mir.
    www.mediasoft.id

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uda dibilang, gue amatiran. Nulis sesuka gue aja haha

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TERUNTUKMU, AKU MENULIS INI

KAU TERUS BERLARI SEDANGKAN AKU LELAH MENCARI

NICHOL BILANG...