Teruntukmu, aku menulis ini, Tuan... Sabtu malam kali ini, udara dingin menyelimuti kamar. Hujan diluar sana baru saja reda, tapi sisa-sisa kenangan yang dibawanya masih tertinggal. Disaat teman-temanku sibuk bermalam-minggu, aku sendirian meringkuk di balik selimut, berharap dekapannya mampu menghangatkanku--sehangat tatapanmu. Bolehkah aku sedikit bercerita? Kurasa sudah sangat lama kita tak duduk berdua, bertukar cerita lewat lisan dan tatapan. Sungguh, aku merindukanmu. Rasanya ingin sekali aku menarikmu, mendekapmu erat agar kau sudi tinggal walau sejenak--mungkin sampai rinduku terobati. Aku benar-benar tak tahu dimana kau sekarang, apa yang kaulakukan, dan perempuan beruntung mana yang menemani malammu ini. Kita sudah sebulan lebih tak saling menahu, walaupun selama ini diam-diam aku menjagamu dari jauh. Mungkin kau sedang sibuk dengan urusanmu, sedangkan aku disini sibuk dengan perasaanku. Dengar... Ada satu hal yang dari awal sangat kutakutkan saat aku memut
Hai pemilik bloger Miracle serta isinya yang aku kagumi... Iya, selamat kepada kamu, pemilik catatanku ini. Aku menuliskan ini pada keadaan berkantung mata, menikmati kopi dibawah keajaiban langit malam, dan angin sedang kencang-kencangnya. Sebelumnya aku tidak suka dengan kata-kata puitis seperti ini. Jangankan puitis, menggombal saja aku tak bisa dan segan memulainya. Tetapi entah mengapa aku jadi se-gampang ini saat mengucapkan kata-kata indah ke kamu, teman baruku. Mari aku perkenalkan dengan teman hidup baruku ini. Namanya Mira. Aku mengenal dia belum cukup lama. Aku baru tersadar kalau dia seorang penyuka kehidupan yang sama seperti yang aku jalanin. Iya, Miracle. Saat aku menulis ini, bayangkan saja aku sedang memikirkan mu. Bagaimana selimut malam yang memeluk tubuhmu dimalam menjelang fajar ini? Kau tau, Mir? Aku bukan orang yang pandai menulis sepertimu, terlebih catatan cinta ini. Ah sudah, kita coba saja. Entah akan seperti apa akhir dari cerita ini. Sebel
Ini sudah memasuki hari ke-4 sejak kita mulai memutuskan untuk tak lagi bertegur sapa. Cukup lama bagiku yang, jujur saja, susah untuk tak menyapamu walau hanya sehari saja. Tak ada perjanjian, tak ada kesepakatan. Aku tidak tau secara pasti siapa yang memulai. Tiba-tiba saja aku merasa kau bukanlah lagi kau yang kukenal. Aku tak lagi menerima pesan "Aku berangkat kerja dulu ya, kamu hati-hati berangkat kuliahnya.", sehingga kita berdua tak lagi saling mendoakan. Aku tak lagi menerima pesan "I'm getting my lunch, kamu uda makan?", sehingga kita berdua tak lagi saling mengingatkan. Aku tak lagi menerima pesan "Aku capek banget nih, kamu ngapain aja seharian ini?", sehingga kita berdua tak lagi saling bertukar cerita. Dan aku tak lagi menerima panggilan darimu di malam penatku, mendengar celotehan renyahmu, sampai kau dan aku terlelap dengan telepon yang masih tersambung, sehingga kita berdua tak lagi saling merindu. Tiba-tiba saja aku merasa sen
Komentar
Posting Komentar