BAGAIMANA JIKA SEBENARNYA KAU TAU KISAH CINTAMU TAK BERUJUNG?
Bagaimana
jika sebenarnya kau tau kisah cintamu tak berujung?
Berbeda
keyakinan.
Saat Minggu
tiba, dia rutin mengantarmu ke tempat ibadah. Setelah itu, ia kembali bermain
di dunianya. Waktu ibadahmu telah selesai, ia berjanji menjemputmu dan
mengantarmu kembali sampai ke rumahmu yang nyaman. Saat itu senja hampir
menghilang. Sebentar lagi masuk waktu ibadah baginya. Kau rela menemaninya
singgah sebentar ke bangunan yang mulai didatangi beberapa kaum laki-laki
dewasa dan anak-anak. Beberapa anak perempuan yang memakai kain panjang
menutupi seluruh tubuhnya juga berlari-lari kecil kesana. Tidak masalah bagimu duduk
di area parkiran sembari menunggu dia yang sedang bertemu dengan Tuhannya. Lalu,
lagi-lagi pertanyaan itu muncul.
“Sampai kapan harus begini?”
Kau masih menerka-nerka akhirnya. Dan
selalu saja, tak kau temukan jawaban.
“Bisakah suatu saat aku menjadi orang
yang hidup dibawah atap yang sama denganmu?”
Walaupun kau tau hal itu sangat tidak
mudah. Tinggal dan hidup bersama dengan Tuhan yang berbeda. Tidak. Tuhan itu
satu, keyakinan manusia yang tak sama. Begitulah yang kau dengar dari salah
satu lagu.
“Jika kami tetap bersama, apakah
semua akan baik-baik saja?”
Kemudian, bayang-bayang orang tua dan
keluargamu muncul dan menatapmu penuh benci. Sebagian memasang raut kasihan,
seperti berkata, “Kau menjual keyakinanmu
demi laki-laki itu? Masih banyak laki-laki yang satu keyakinan denganmu, kenapa
harus dia?”
“Tuhan, apakah Kau mendengar doa-doa
kami?”
Sulit bagimu mencerna, bagaimana bisa
doa yang kau panjatkan untuk dia-yang-tak-menyembah-Tuhanmu dapat diterima?
Dan pada akhirnya, pertanyaan yang
akan selalu ditanyakan tapi tak ada satupun yang dapat menjamin jawabannya.
“Apakah pada akhirnya, kami berdua
bisa bahagia?”
.
Apa jadinya jika sebenarnya kau tau
kisah cintamu tak berujung?
Tak direstui.
Kau tidak terlalu paham apa itu
cinta. Selama kau merasa ikhlas menjalani apapun bersamanya, dan kau bahagia,
kau tau itu cinta. Bagaimana kau tau jika dia juga mencintaimu? Karena
perkataannya? Perlakuannya? Tatapannya? Ntahlah, yang terpenting kau dan dia
tau bahwa kalian bahagia. Cukup. Sudah terlalu banyak malam yang kalian lalui. Saat
mimpi-mimpi dan harapan sudah mulai kalian tata, ada sesuatu yang menghancurkan
dengan tega. Perasaanmu dan dia ditentang oleh orang tuamu, atau orang tua dia,
atau mungkin orang tua kalian berdua. Itu tidak mudah. Kau tau hati kalian
patah, tapi tetap saja diam-diam melanjutkan karena sulit berpisah. Kau masih
saja tak bisa berpaling menatapnya, dalam-dalam. Ada rasa hangat saat dia
membalas tatapanmu sambil membelai lembut wajahmu. Pertanyaan yang sama selalu
hadir.
“Sampai kapan harus begini?”
Sampai kau dan dia mematikan keinginan
orang tua dengan memenuhinya? Tapi kapan? Lagi-lagi pertanyaan yang menimbulkan
pertanyaan.
“Bisakah suatu saat aku menjadi orang
yang hidup dibawah atap yang sama denganmu?”
Mungkin menyenangkan jika kau dan dia
dapat hidup bersama, punya anak-anak yang lucu, dan menua. Tetapi terasa sangat
jauh dengan orang tua.
“Jika kami tetap bersama, apakah
semua akan baik-baik saja?”
Mungkin iya, jika ada yang mengusik
pikiran dan nurani orang tuamu atau orangtuanya, lalu mereka berubah pikiran. Mungkin
tidak, jika kau tetap memilih bersamanya dan rela “membuang” jauh orang tua
dari kehidupan kalian.
“Tuhan, apakah Kau mendengar doa-doa
kami?”
Kau dan dia masih saja merayu Tuhan agar meruntuhkan pertahanan orang tua kalian. Walaupun kau sadar, sampai saat
ini tak ada perubahan.
Dan lagi. Pertanyaan yang tak kau
ketahui jawabannya tapi tetap saja kau menaruh banyak harapan disana.
“Apakah pada akhirnya, kami berdua
bisa bahagia?”
---
Komentar
Posting Komentar